AYAT-AYAT GURITA BERSENANDUNG MAKNA

Oleh: M Rikza Chamami

Tak seperti biasanya. Setiap ada di dalam pesawat selalu saja ku tertidur. Penerbangan Jakarta-Semarang dengan Garuda Indonesia (28/12/2009) membuatku membiarkan mataku tak berkedip. Bukan karena “cuci mata” di dalam pesawat, tetapi ada suasana yang sangat lain daripada yang lain.

Seat GA 244 nomor 12C yang kududuki cukup luas. Jelas saja seat 12B kosong dan 12A digunakan lelaki asal China yang tak bisa berbahasa Inggris dengan fasih (apalagi bahasa Indonesia). Di depan saya seat 11A duduk seorang lelaki berpeci putih, jas hitam dan khas dengan godeg-kumisnya. Ialah sang maestro “Ayat-ayat Cinta” dan “Ketika Cinta Bertasbih”.

Habiburrahman El Shirazy atau yang akrab disapa Kang Abik sempat kusapa sebelum pesawat take off. Sempat juga bincang-bincang kecil sembari berkenalan. Itulah yang membuat suasana batinku terasa lain. Lebih daripada itu, ia tak henti-hentinya membuka lembar demi lembar koran Sinar Harapan. Aku pun memegang koran yang sama. Bedanya saya membaca berita olahraga dan politik, Kang Abik lebih banyak baca artikel.

Konsentrasiku beralih ke sebuah majalah “The Magazine of Garuda Indonesia” edisi Desember 2009. Selama saya naik Garuda hampir 24 penerbangan, saya tidak pernah meninggalkan membuka lembar demi lembar majalah lux itu. Biasanya yang say abaca adalah sambutan President & CEO Emirsyah Satar, tips kesehatan Lulu Kamal, info pesawat baru dan potensi wisata di berbagai daerah.

Awal-awal saya tertarik membaca HUT ITS yang menampikan profil Rektor ITS dan Mendiknas Prof Muh Nuh DEA dan kubaca habis. Kemudian baca Museum Tsunami Aceh yang sudah jadi dengan biaya 67,8 Milyar. Ku tertarik karena saat saya ke Nangroe Aceh Darussalam pertengahan 2008 museum itu masih kecil, walaupun sudah dipersiapkan lahan 10.000 meter persegi.

Yang menjadikan mataku tak bisa terpejam adalah goresan tinta Jamil Azzaini. Selain menjadi Inspirator SuksesMulia Kubik Training & Colsultancy, ia juga kolomnis yang cukup aktif menulis di majalah Garuda Indonesia. Di halaman 80, ia menulis sebuah tulisan dengan judul “Agar Hidup Semakin Bermakna”.

“Bayangkan bahwa hari ini adalah hari terakhir dalam hidup Anda dan sang penjemput kematian telah menunggu di depan rumah” tulisnya. Lalu bertanyalah pada diri sendiri. Kita diminta oleh Azzini bertanya lima hal: Apakah saya sudah mewujudkan banyak prestasi dalam hidup? Apakah saya menjalani kehidupan dengan sepenuh hati? Apakah saya mencintai dengan baik orang-orang di sekeliling saya? Apa yang sudah saya perbuat? Apakah Sang Pencipta tersenyum menyambut saya “pulang”?

Air mataku turun hingga membasahi kardus putih yang berisi 2 roti dan 1 coklat Kit Kat kesukaan Nayya. Kuambil kacu merah sembari mengusap linangan air mata. Aku hanya ingat kondisi awan yang tidak bersahat. Angin kencang dan hujan yang tak henti membuat pesawat sesekali tergoncang.

Azzaini tak menghentikan tulisannya disitu. Ia menutup tulisan dengan pepatah China: “Hari terbaik pertama untuk menanam pohon adalah 20 tahun yang lalu. Dan hari terbaik kedua adalah hari ini”. Saya yakin Anda tak ingin kehilangan hari terbaik kedua itu. “Jadi jawablah dan tuliskanlah jawaban Anda hari ini juga” pinta Azzini.

Tak mampu kumenjawab satu demi satu dari 5 pertanyaan tadi. Pramugari pun sudah mengumumkan bahwa pesawat akan segera mendarat. Eee tak terasa ku tak tertidur. Baru kali ini ku merasakan melek di pesawat.

Lega sudah. Pesawat mendarat dengan sempurna. Perbincangan dengan Kang Abik pun berlanjut hingga di pintu kedatangan A Yani Airport. Sedikit dia bercerita persiapan pembuatan film setelah audisi kemarin. Satu kalimat yang ditanyakan ke saya ketika ku memberikan kartu namaku. “Apa Mas ikut ngurusi kasus buku Gurita?”. “Mboten Mas” jawabku. Buku yang dimaksudkan adalah "Membongkar Gurita Cikeas di Balik Skandal Bank Century” karya George Junus Aditjondro yang berukuran 15x23 centimeter.
Ternyata memang banyak hewan di negeri ini. Hewan bukan untuk hewan. Tapi hewan untuk me-laqabi manusia. Susah memang membendung kebencian. Buaya, cicak, gorila dan lahir lagi gurita. Itulah negeri kita yang penuh dengan ayat-ayat hewan yang tak bersenandung makna.

Makna hidup hanya cukup dengan senandung kepridian yang shaleh dan cakap. Novel Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih patut untuk menjadi uswatun hasanah. Hidup kita adalah untuk kita bukan untuk lain. Yang lain juga bisa menjadi kita kalau kita bisa menjadi yang lain. Jelaslah bahwa gurita akan bermakna jika bisa untuk yang lainnya.*

1 komentar:

Duh tambah "garang" aja skrg bos, maju terus hingga suatu saat dg mudah kau jawab 5 pertanyaan td. fahmal

Posting Komentar

Karya Ilmiah

Penelitian

Pemas